Kamis, 24 April 2014

Pengaruh Bisnis Retail Terhadap Daerah Di Yogyakarta

Perekonomian Indonesia
Pengaruh Bisnis Retail Terhadap Daerah Di Yogyakarta





Nama                           : Aji Asmoro Putro
NPM                           : 20213524
Kelas                           : 1EB18
Jurusan                        : Akuntansi
Mata Kuliah                : Perekonomian Indonesia
Dosen                          : Antoni, SE.MM





Daftar Isi
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang                             ……………………………………                            3
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ritel                            ……………………………………                            4
2.2 Pengertian Bauran Ritel                ……………………………………                            4
2.3 Komponen Bauran Ritel               ……………………………………                            4
2.4 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Keberhasilan Usaha Ritel       ……                            5
2.5 Retail Terhadap Kebijakan Pemerintah    ……………………………                            10
2.6 Perkembangan Bisnis Retail di Indonesia                        ……………………                            10
2.7 Perkembangan Retail di Yogyakarta        ……………………………                            11
2.8 Pengaruh Bisnis Retail Terhadap Pendapatan Daerah Yogyakarta                                  11
Daftar Pustaka                                  ……………………………………                            12












PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Pada saat ini pemasaran barang atau jasa umumnya tidak dapat dikerjakan langsung dari produsen kepada konsumen, melainkan harus melalui beberapa perantara yang menyalurkan barang dari produsen ke konsumen yang dikenal dengan sebutan lembaga saluran distribusi (saluran pemasaran). Sebagai mata rantai terakhir dari saluran pemasaran tersebut adalah pengecer (retailer). Retailing (pedagang eceran) merupakan kegiatan yang sangat penting dalam menyampaikan barang dari produsen ke konsumen.
Bangkitnya bisnis ritel, baik besar maupun ritel kecil sebagai arena berbelanja berupa pusat-pusat petokoan, supermarket, hypermarket, minimarket, departement store dan plaza, bermunculan di berbagai kota besar dan kota kecil. Hal tersebut tidak lepas dari tuntutan kebutuhan masyarakat yang ingin serba praktis, cepat dan menghemat waktu, dan nyaman, kondisi ini didorong oleh semakin maraknya berbagai bisnis baru yang membuka peluang timbulnya bisnis ritel baik peritel besar maupun peritel kecil.
Bisnis ritel di Indonesia makin hari dirasakan semakin ramai dan persaingan bisnisnya menunjukan perkembangan yang cukup pesat, namun tidak menjadi halangan bagi para pengusaha ritel untuk menambah jumlah outletnya diberbagai wilayah, apalagi setelah meningkatnya sejumlah supermarket/minimarket baru dari berbagai perusahaan ritel yang menyelenggarakan program-program tertentu yang diyakini mampu mengajak masyarakat untuk berbelanja di perusahaannya, sangat berpengaruh terhadap omzet penjualan dan pengadaan barang dari bisnis ritel yang selalu menunjukan kenaikan tajam.
Dengan semakin meningkatnya perkembangan bisnis ritel baik besar maupun kecil serta banyaknya jumlah supermarket/minimarket di berbagai wilayah menimbulkan persaingan yang kompetitif dalam bisnis ritel, dimana setiap supermarket/minimarket berusaha untuk memperoleh pangsa pasar seluas-luasnya, dan konsumen sebanyak-banyaknya.

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ritel
Ritel merupakan merupakan salah satu rantai saluran distribusi yang memegang peranan yang penting dalam penyampaian barang dan jasa kepada konsumen akhir.Ritel meliputi semua kegiatan yang melibatkan penjualan barang atau jasa secara langsung pada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan bisnis.
Kotler ( 2003: 535 ) dalam buku Foster (2008:34) mendefinisikan sebagai berikut: “ritel meliputi semua kegiatan yang meliputi semua kegiatan yang melibatkan penjualan barang atau jasa secara langsung pada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan bisnis ”.
Sedangkan menurut Berman dan Ervans(2002 : 3) dalam buku Foster (2008:34) pengertian ritel adalah: “ritel adalah tingkat terakhir dari proses distribusi, di dalamnya terdapat aktivitas bisnis dalam penjualan barang atau jasa kepada konsumen  ”.
Dari berbagai pengertian diatas dapat dirumuskan bahwa ritel adalah segala aktivitas perdagangan barang atau jasa kepada konsumen akhir untuk digunakan sendiri, bukan untuk diperdagangkan lagi.
2.2 Pengertian Bauran Ritel
Pengertian bauran ritel menurut Masson, Mayer, F.Ezeel (1998 : 49) dalam buku Foster(2008:51) adalah sebagai berikut : “bauran ritel adalah semua variabel yang dapat digunakan sebagai strategi pemasaran untuk berkompetisi pada pasar yang dipilih”.
Sedangkan menurut  Foster (2008:49) “Bauran ritel terdiri dari unsur-unsur strategis yang digunakan untuk mendorong pembeli melakukan transaksi usahanya dengan pedagang eceran tertentu”
Dari definisi Foster (2008:49) dijelaskan bahwa bauran ritel merupakan unsur-unsur strategis untuk mendorong minat konsumen.Sehingga bauran ritel merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku pembeli dan keputusan pembelian konsumen.
Dunne, Lusch dan Griffith (2002:53) dalam buku Foster (2008:110) menyatakan ada enam komponen-komponen bauran ritel antara lain merchandise, harga, periklanan dan promosi, pelayanan konsumen dan penjualan, serta suasana toko dan desain toko.


2.3 Komponen Bauran Ritel
Untuk mendukung usaha ritel dibutuhkan strategi-strategi terpadu, agar di dalam mengmbil suatu keputusan tidak menyebabkan kerugian bagi perusahaan.Bauran penjualan ritel terdiri dari unsur-unsur strategis yang digunakan untuk mendorong pembeli melakukan transasksi usahanya dengan pedagang ritel tertentu.
Sementra itu Kotler dan Armstrong (2004:442) dalam buku Foster (2008:110) merangkum demikian banyaknya komponen bauran ritel, dalam hal ini ada sepuluh, enam komponen besar, yaitu bauran produk, layanan, suasana toko, harga, promosi, dan lokasi.
2.4 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Keberhasilan Usaha Ritel
Dari definisi yang telah dikemukakan oleh Henri Maruf, enam variable bauran eceran diantaranya meliputi :
1.      Lokasi ( Location )
Lokasi adalah faktor yang sangat penting dalam bauran pemasaran ritel. Pada lokasi yang tepat, sebuah gerai atau toko akan lebih sukses dibanding toko lainya yang berlokasi kurang strategis, meskipun keduanya menjual produk yang sama.
Sebelum sebuah toko atau tempat berbelanja didirikan, langkah pertama adalah mempelajari suatu area agar investasi yang ditanamkan dapat menguntungkan. Menurut Hendri Ma’ruf (2005 : 124), ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam mengevaluasi area perdagangan ritel, diantaranya sebagai berikut :
1.      Besar populasi dan karakteristiknya
Jumlah penduduk dan kepadatan suatu wilayah meliputi factor dalam mempertimbangkan suatu area perdagangan ritel. Jumlah peritel yang sama di dua wilayah tetapi kepadatan penduduknya berbeda akan menyebabkan omzet yang rendah pada peritel di wilayah yang kurang padat penduduknya.
2.      Kedekatan dengan pemasok
Pemasok mempunyai pengaruh pada peritel dalam hal kecepatan penyediaan merchandise, kualitas produk yang terjaga, biaya pengiriman, dan lain- lain. Jumlah pemasok sebisa mungkin ada beberapa supaya tidak terjadi ketergantungan pada satu atau dua pemasok saja.
3.      Basis ekonomi
Basis ekonomi yang dimaksud di sini adalah indistri daerah setempat, potensi pertumbuhan, fluktuasi karena factor musiman, dan fasilitas seuangan. Industry yang bervariasi akan mempunyai pengaruh yang yang berbeda dibandingkan dengan indistri yang terkonsentrasi ( pada suatu sector ).
4.      Ketersediaan tenaga kerja
Tenaga kerja yang diperhatikan adalah pada suatu tingkat, yaitu dari tingkat administratif dan lapangan hingga management tranee dan menjerial. Management trainee adalah pada lulusan perguruan tinggi yang memulai karier di perusahaan ritel pada tingkat staf, dan diproyeksikan untuk menjadi tenaga pemimpin. Tenaga manjarial adalah para assistant manager atau manager bahkan general manager yang siap direktur dan siap kerja ( tidak seperti management trainee yang harus dilatih lebih dulu).
5.      Situasi persaingan
Pertumbuhan luas toko yang sejalan dengan pertumbuhan permintaan pasar ( yaitu besar belanja total penduduk setempat ) berarti semua perusahaan ritel setempat tumbuh secara stabil atau secara tetap. Jika banyak pihak membuka gerai ritel dengan asumsi merebut pasar sebesar- besarnya, maka kemungkinan yang terjadi adalah kejenuhan pasar, yaitu terlalu banyak paritel dibandingkan total belanja konsumen.
6.      Fasilitas promosi
Adanya media massa seperti surat kabar dan radio akan memfasilitasi kegiatan promosi peritel. Juga kesiapan sarana pendukung seperti biro iklan, production house, dan pembuat barang souvenir yang memperlancar kegiatan promosi perlu mendapat perhatian.

7.      Kesediaan lokasi toko
Factor bagi suatu area perdagangan dan hal- hal yang terkait dengan lokasi adalah jumlah lokasi serta jenisnya, akases pada masing- masing lokasi, perpeluang kepemilikan atau leasing, pembatasan zona perdagangan, dan biaya- biaya terkait.
8.      Hukum dan peraturan
Hukum dan peraturan perlu diperhatikan khususnya jika terdapat Perda ( Peraturan Daerah ) yang tidak terdapat di daerah lain.
2.      Barang Dagangan ( Marchandise )
Merchandise merupakan produk- produk yang dijual peritel dalam gerainya, sedangkan merchandise adalah kegiatan pengadaan agarang- barang yang sesuai dengan bisnis yang dijalani toko ( produk berbasis makanan, pakaian, barang kebutuhan rumah dan produk umum lainnya ) untuk disediakan dalam toko pada jumlah, waktu dan harga yang sesuai untuk mencapai sasaran toko atau perusahaan ritel.
Para pelanggan selalu berharap untuk memenuhi apa yang dibutuhkan dan diinginkannya disetiap toko, kebutuhan dan keinginan pelanggan sangat beragam dan toko diharapkan dapat memenuhinya. Fungsi pengelolaan barang dagangan ( merchandise ) merupakan fungsi yang harus diberi prioritas, bagaimanapun efektif dan efisiennya bagian lain, bila urusan barang dagangan salah, bila urusan barang dagangan salah, maka hampir dapat dipastikan sukses akan sulit diraih. Pada toko- toko berupa minimarkt yang tergabung dalam satu kelompok besar seperti Alfamart, disebut juga sebagai chainstore karena satu toko dengan lainnya terkait dalam suatu ikatan kelompok, pembelian merchandise di pusatkan pada induk yang mengendalikan kelompok. Masing- masing gerai atau toko tonggal menerima merchandise dan menjualnya.
3.      Harga (Price )
Penetapan harga adalah yang paling krusial dan sulit dinatara unsure- unsur dalam bauran pemasaran ritel lainnya, dan harga merupakan satu-satunya unsur dalam pemasaran ritel yang akan mendatangkan laba bagi peritel. Sebuah toko dapat menjadi terkenal karena harga jual yang ditetapkan cukup murah atau harga jual yang di tetapkan merupakan harga pasti. Berdasarkan hal itu, pengecer harus dapat menetapkan harga yang tepat untuk barang- barang yang akan dijualnya, sehingga kelancaran penjualan barang akan lebih terjamin. Semua pengecer senantiasa berkeinginan menetapkan harga yang tinggi dengan volume penjualan yang tinggi pula, namun kedua hal ini sulit di terapkan secara bersamaan.
Penetapan harga berkaitan dengan aspek- aspek laba, pelanggan, pasar dan persaingan, pengadaan barang dagangan, citra kualitas merek yang berbeda dan hokum peraturan, yang akan di uraikan sebagai berikut :

1.      Harga berkaitan dengan maksimalisasi laba
Setiap peritel atau perusahaan dagangan eceran, sepertihalnya semua perusahaan, ingin memaksimalisasikan laba. Laba dapat dicapai dalam jangka pendek dan jangka panjang.
2.      Harga berkaitan dengan pelanggan
Memaksimalisasikan laba adalah salah satu sisi dari selembar mata uang, sisi lainnya adalah kepuasan konsumen. Tujuan perusahaan adalah kepuasan pelanggan melalui operasional perusahaan yang akan member laba yang patut.
3.      Harga berkaitan dengan pasar dan perdagangan
Factor pasar atu persaingan merupakan factor penting yang amat mempengaruhi penetapan harga.Untuk suatu peritel yang hendak memperluas pembeli dalam suatu wilayah atau dalam suatu segmen disebul sebagai penetrasi pasar, penetapan harga rendah atau harga bersaing dilakukan.
4.      Harga berkaitan dengan pengadaan barang dagangan
Barang persediaan yang masih banyak dan agak lambat penjualannya padahal tanggal kadaluarsanya tinggal beberpa bulan lagi, mengharuskan tindakan penjualan sesegera mungkin. Itu hanya bisa dilakukan dengan harga diskon atau menjual barang dengan beberapa paket.



5.      Harga berkaitan dengan citra kualitas
Harga berkaitan dengan citra kualitas, sebagian besar masyarakat mempunyai anggapan bahwa terdapat kolelasi erat antara harga dan kualitas.Harga yang rendah dianggap pertanda kualitasnya rendah sebaliknya harga tinggi mencerminkan kualitas tinggi.
6.      Harga berkaitan dengan merk yang berbeda
Produk dari merek-merk yang berbeda dapat diberi label harga yang berbeda menurut :
a.       Merek terunggul yang diberi label termahal
b.      Merek pesaing atau merek sendiri dengan label harga sedang, dan
c.       Merek dengan harga terendah

7.       Harga berkaitan dengan hukum dan peraturan
Saat ini dapat dikatakan masih sangat minim hukum dan peraturan yang mengatur penetapan harga barang dan jasa eceran. Ini berarti para peritel mempunyai ruang gerak yang cukup bebas dalam menetapkan harga. Namun patokan umim berlaku yaitu kepatutan berdasarkan etika bisnis khususnya dari sudut pandang konsumen yaitu value for money.
4.      Promosi ( Promotion )
Komunikasi sebagai dasar promosi bertujuan mendorong target market untuk mau menjadi pembeli bahkan menjadi pelanggan setia. Esensi dari komunikasi pemasatan ini adalahbagaimana kita dapat menyampaikan apa yang kita tawarkan kepada konsumen dapat di terima dengan baik. Komunikasi pemasaran tidak hanya membuat pelanggan tertarik dan ingin membeli, namun komunikasi pemasaran juga bisa menciptakan citra tertentu yang kita sesuaikan dengan pasaran sasaran.
Menurut Kotler yang di kutip dari buku M. Taufik Amir ( 2005 : 85 ) menyatakan bahwa ada beberapa elemen penting dalam komunikasi pemasaran yaitu periklanan, promosi penjualan, penjualan tatap muka (personal selling), kehumasan (public relation) dan pemasaran langsung.
5.      Pelayanan ( Service )
Menurut Kotler (2002 : 427) yang di alih bahasakan oleh AB. Susanto menyatakan bahwa “ Pelayanan setiap tindakan atau keterampilan yang dapat ditawarkan oleh apapun juga yang pada dasrnya tidak berwujud dan tidak menyebabkan kepemilikan sesuatu, pelayanan dapat disertakan dalam produk yang berbentuk fisik.”
Aspek pelayanan semakin hari semakin nyata perannya, secara umum pelayanan tersebut meliputi bagai mana kecepatan melayani pelanggan sebelum berbelanja dan pada saat berbelanja.Dengan demikian usaha eceran harus mampu mencoba sedemikian rupa agar pelayanan yang dirasakan pelanggan meningkat serta sesuai dengan kehendak pelanggan.
Unsure pelayangan adalah unsure yang memiliki peranan penting dalam persaingan non- harga dengan pengecer-pengecer lain. Unsure-unsur pelayanan menjadi nyata bagi perusahaan dalam bersaing dengan para pesaingnya karena unsure pelayanan sangat sulit ditiru oleh pesaing. Menurut Kotler (2002 : 446) yang di alih bahasakan oleh AB. Susanto membagi pelayanan menjadi dua bagian yaitu prlayanan primer dalam usaha eceran antara lain adalah pembayaran kredit, pengantaran, penanganan keluhan, penanganan parker, ruang istirahat termasuk toilet. Sedangkan yang termasuk pelayanan pendukung antara lain :  pembungkusan, inpormasi lokasi barang, konsultasi dan informasi pembelian, tempat penitipan barang. Pelayanan adalah salah sato faktot pembeli nilai nilai tambah bagi peritel, atau pritel dapat memilih kombinasi ragam prodak dan tingkat pelayanan sebagai positioning.
6.      Suasana Dalam Toko ( Atmosfer )
Jika iklan bertujuan memberitahu, menarik, memikat atau mendorong konsumen, untuk datang ke gerai dan untuk membeli barang, maka suasana toko atau atmosfer dalam gerai atau toko berperan penting mengikat pembeli, membuat nyaman mereka dalam memilih barang belanjaan, dan mengingatkan mreka prodak apa yang perlu di miliki baik untuk keperluan pribadi maupun keperluan rumah tangga. Gerai kecil yang tertata rapih dan menarik akan lebih mengundang pembeli di bandingkan gerai yang di atur biasa saja tapi bersih lebih menarik dari pada gerai yang tidak di atur sama sekali dan tampak kotor.
Suasana dalam gerai menggambarkan moment of truth, yaitu situasi langsung yang di rasakan konsumen pada saat berbelanja.Jika seting dari suasana itu optimal maka peritel (dengan gerai yang di kunjungi konsumen) akan dapat menyentuk emosi konsumen dan member pengalaman berbelanja. Desain toko yang baik akan menarik banyak konsumen untuk datang, desain toko merupakan strategi penting untuk menciptakan suasana yang akan membuat pelanggan merasa betah berada dalam suatu gerai atau toko. Desai toko, yaitu desain interior yang mencakup tata letak rak-rak barang, aksesoris toko, dan desain eksterior mencakup lay-out, pintu masuk, dan jalan masuk. 
Menurut Berman dan Evans (2004;105) dalam buku Foster (2008:51) untuk bentuk toko yang berdasarkan Store Based Retail terdapat strategi bauran penjualan eceran terdiri dari lokasi departement store (store location) prosedur pembelian/pelayanan (operating procedures), produk/barang yang ditawarkan (good offered), harga barang (pricing tactics), suasana departement store (store atmosphere), karyawan (custumer services), dan metode promosi (promotional methods).
Ketujuh hal inilah yang dijadikan acuan pembahasan aplikasi bauran pemasaran di PT. Yomart Cabang Samarang Garut dimana pembahasan adalah hasil wawancara dan kaitannya dengan teori bauran penjualan.

2.5 Retail Terhadap Kebijakan Pemerintah
Kebijakan pemerintah dalam menetapkan aturan-aturan operasi usaha modern. Perlunya kajian ulang mengenai sistem usaha modern yang dapat berdampak buruk bagi sistem perekonomian sosial kemasyarakatan, yaitu sistem ekonomi kapitalis. Sistem ini tak boleh menguasai pasar Indonesia karena tidak sesuai dengan sistem ekonomi dan kebudayaan bangsa.
Peran serta ego dalam penguasaan pasar baik pasar modern maupun pasar tradisional akan menimbulkan persaingan yang tidak sehat serta mudah terciptanya konflik antar pedagang. Kapitalisme menimbulkan sikap saling membunuh antar pedagang. Sistem kapitalis yang diberikan memang memilki keuntungan yang besar bagi penganutnya, namun sistem ini justru bertolak belakang dengan makna kerja sama, tolong menolong, serta gotong royong dalam pengembangan tingkat perekonomian yang dilakukan secara bersama oleh semua sektor ekonomi. Solusi yang dapat dilakukan adalah penataan ulang Undang-Undang bagi ritel modern, hal ini untuk melindungi pasar tradisional dan produk dalam negeri.
2.6 Perkembangan Bisnis Retail di Indonesia
Hipermarket mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Pada tahun 2010 industri hipermarket di Indonesia mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) memperkirakan, total belanja ritel modern tahun ini bakal mencapai Rp 100 trilyun. Sebanyak Rp 65 triliun merupakan belanja makanan dan sisanya non-makanan. Dari jumlah belanja makanan ini, hipermarket mengambil porsi 35 persen, minimarket 35 persen dan supermarket 30 persen. Makanan yang merupakan kebutuhan pokok manusia, mengharuskan kita mau tidak mau untuk berbelanja makanan dan minuman setiap harinya. Hal inilah yang menyebabkan mengapa mini market dan hypermarket pertumbuhannya sangat pesat (Kompas.Com).
Pertumbuhan gerai ritel makanan di hypermarket rata rata 30% per tahun dan supermarket 7% per tahun dan convenience store/mini market sekitar 15%. Pada tahun 2003, penjualan sektor ritel modern makanan dikuasai oleh supermarket 60%, hypermarket 20% dan sisanya 20% oleh convenience store/mini market.






2.7 Perkembangan Retail di Yogyakarta
Potensi yang ada menyebabkan banyaknya industri yang bergerak di sektor retail mencoba untuk merebut pasar yang ada di Yogyakarta. Hypermarket Makro, Alfa, Giant, Hero, dan Carrefour adalah beberapa contohretailer yang meramaikan pasar persaingan di Yogyakarta. Banyaknya retailer yang ikut bermain di pasar menuntut mereka untuk mempunyai suatu keunggulan kompetitif dan ciri khas yang tidak dimilliki oleh para pesaingnya. Untuk jangka pendek hal ini dimaksudkan agar konsumen menjadikan tempat mereka sebagai tempat pilihan untuk berbelanja, sedang untuk jangka panjang hal ini bertujuan agar keunggulan kompetitif dan ciri khas yang dimiliki dapat membangun citra positif perusahaan yang berujung pada timbulnya loyalitas bagi konsumen.

Persaingan bisnis eceran atau retail semakin ketat di wilayah Godean Sleman. Berdasarkan situasinya, bisnis swalayan sendiri khususnya di wilayah Godean Sleman Yogyakarta sudah semakin banyak. Mulia Toserba dan Swalayan Godean merupakan salah satu pelaku bisnis yang berdiri relatif lama namun pengelolaan belum berjalan maksimal seiring dengan tuntutan konsumen. Konsumen sekarang lebih selektif dalam memilih tempat untuk berbelanja. Mulia Toserba dan Swalayan Godean terletak di jalan utama Godean yang relatif ramai. Kondisi ramai ini sering membuat konsumen enggan untuk berbelanja karena dirasa tempat ini terlalu ramai dan susah mencari lahan parkir bagi kendaraan roda empat.

2.8 Pengaruh Bisnis Retail Terhadap Pendapatan Daerah Yogyakarta

Sejumlah kasus di banyak daerah, pelaku bisnis ritel tradisional terus bertambah. Alih-alih bisa berkembang, untuk bertahan saja banyak yang mengaku sebagai tersengal-sengal. Di Yogya, kondisi serupa juga terlihat. Bahkan berdasarkan penelitian nyang dilakukan oleh Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan(Puskat) UGM & Lembaga Ombudsman Swasta DIY, saat ini 31 market share di Yogya dikuasai oleh ritel modern. Dari 28 ritel modern yang tercatat, terkumpul dana belanja masyarakat sebesar Rp 70,5 triliun pertahun atau Rp 2,5 triliun per bulan. Dari total pendapatan tersebut, 83,8 persennya dikuasai oleh Alfamart dan Indomart.

Menjadi ironis, mengingat pedagang kecil yang tersebar di Yogya, baik di pasar-pasar tradisional, kaki lima maupun di ruko, hanya mampu mencapai Rp 156,9 triliun dengan pelaku yang mencapai lebih dari 17,1 juta pedagang. Ini berarti setiap pedagang hanya bisa meraih omzet sekitar Rp 700.000,- per bulan. “Kalau melihat data yang berhasil kami kumpulkan, jelas ada ketimpangan. Maka tak mengherankan jika dalam kurun waktu 2-3 tahun ini banyak pedagang di berbagai pasar tradisional gulung tikar” ujar peneliti Puskat Awan Santosa SE dalam workshop yang bertema Studi Formulasi Kebijakan Perlindungan dan Model Pengembangan Pasar Tradisional di DIY, di Gedung Disperindagkop DIY, awal bulan lalu. Secara umum, fenomena penetrasi pemodal kuat dalam bisnis ritel telah menyebabkan terdesaknya pedagang tradisional atau pebisnis ritel lokal. Terutama menurunnya omzet penjualan. Hasil penelitian menujukkan penurunan rata-rata sebesar 5,9 persen. Adapun penurunan terbesar dialami kelompok pedagang dengan aset antara Rp 5- Rp 15 juta. Sedangkan berdasar wilayah, penurunan omzet tertinggi dialami oleh pedagang di kota Yogya dan Kabupaten Sleman, masing-masing sebesar -25,5 persen dan -22,9 persen.


Daftar Pustaka

http://demodfid.wordpress.com/2011/05/07/eksistensi-bisnis-ritel/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar